Menguatkan Karakter di Era Digital: Refleksi Literasi Melalui Komik Bertema Lokal
Oleh: Netti Lastiningsih
Digital, komik, kearifan lokal. Salah satu kegiatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2025 ini adalah penyusunan buku penguatan karakter. Saya sangat tertarik untuk menyandingkan tiga istilah ini. Untuk apa? Untuk menguatkan karakter murid. Mengapa menggunakan komik? Awalnya jawabannya sederhana, karena sewaktu masih kecil saya suka membaca komik. Apakah masih relevan untuk anak-anak di masa kini? Dengan percaya diri, saya menjawab “Oh, tentu relevan”. Saya teringat sewaktu mengajar di Korea Selatan yang notabene teknologinya sudah sangat maju. Pada saat itu saya sudah menyiapkan komik bertema Kerajaan Majapahit. Narasi komik yang sudah saya siapkan dalam Bahasa Inggris. Murid Korea itu saya minta menerjemahkan dalam bahasanya yang ditulis dalam komik itu. Mereka sangat antusias dan kagum dengan tokoh Mahapatih Gajah Mada. Keren, kan?
Pendidikan di Indonesia saat ini bergerak menuju penguatan karakter dan peningkatan kompetensi literasi digital, sejalan dengan tuntutan era masyarakat berbasis teknologi dan nilai-nilai karakter yang semakin kompleks. Penggunaan komik menjadi pilihan inovatif dalam penguatan karakter murid karena mampu menyajikan cerita, contoh perilaku, dan konflik moral dalam format visual yang memudahkan murid menganalisis, memahami, dan meneladani nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Menurut McCloud (1993), komik bekerja melalui kombinasi gambar dan teks yang memungkinkan pembaca mengonstruksi makna secara aktif. Dalam konteks pembelajaran, komik terbukti meningkatkan minat baca, menstimulasi empati, dan membantu internalisasi nilai (Norton, 2003).
Di era digital, kemampuan memahami informasi visual, teks, dan multimedia menjadi keharusan. Hobbs (2010) menyebut literasi digital sebagai keterampilan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, menciptakan, dan mengomunikasikan pesan melalui berbagai format digital. Oleh karena itu, untuk menyandingkan dengan digital dan agar murid lebih tertarik, komik digital dapat menjadi alat yang efektif untuk melatih kemampuan siswa dalam memahami dan menghasilkan informasi, sekaligus memperkuat karakter melalui cerita-cerita yang dekat dengan kehidupan mereka.
Komik yang dikembangkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo dibuat dalam dua versi, yaitu cetak dan digital. Komik ini tidak hanya menyajikan visual menarik, tetapi juga membawa pesan pendidikan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari murid. Ketika teknologi, cerita, dan nilai lokal dipadukan dalam satu media, pengalaman belajar menjadi lebih hidup, bermakna, dan tertanam kuat dalam ingatan mereka.
Dalam perspektif pembelajaran mendalam, komik menjadi sarana yang mendorong murid menggali makna secara lebih reflektif. Fullan dan Langworthy (2014) menekankan bahwa pembelajaran mendalam terjadi ketika murid mampu menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan nyata, memecahkan masalah secara kreatif, dan menunjukkan pemahaman tingkat tinggi. Komik memungkinkan hal itu terjadi, yaitu murid tidak hanya membaca cerita, tetapi juga menganalisis konflik, memahami motivasi tokoh, dan mengevaluasi tindakan yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter. Dengan demikian, komik menjadi media yang memperkuat kemampuan bernalar kritis, kolaborasi, dan pemecahan masalah—kompetensi yang sangat dibutuhkan di abad ke-21.
Penguatan karakter yang ditekankan dalam komik yang dikembangkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo adalah komik untuk menguatkan “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”. Judul komiknya dimodifikasi sehinga terasa lokal, yaitu “7 Kebiasaan Arek Darjo Hebat”. Tokoh utamanya juga menggunakan nama lokal, yaitu Jaya (terinspirasi dari nama Jayandaru) dan Sekar (terinspirasi dari nama Dewi Sekar Dadu). Komik ini terdiri dari tujuh kebiasaan murid, yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan bergizi dan sehat, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat. Latar utama komik adalah SMP Jayandaru dan rumah Jaya. seperti yang sering digaungkan dalam berbagai program penguatan karakter.
Komik “7 Kebiasaan Arek Darjo Hebat” tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai wahana pendidikan yang memiliki kedalaman makna. Ketika murid belajar melalui cerita yang memadukan teknologi, karakter, dan kearifan lokal, mereka sebenarnya sedang dipersiapkan untuk menjadi generasi yang unggul: generasi yang mampu berpikir kritis, berkarakter kuat, melek digital, bangga terhadap budayanya, dan siap menghadapi tantangan global. Pada akhirnya, integrasi komik digital dalam pembelajaran menjadi bukti bahwa inovasi yang sederhana dapat berdampak besar ketika dirancang dengan visi, nilai, dan tujuan yang jelas untuk membentuk profil pelajar masa depan Kabupaten Sidoarjo.
Pada akhirnya, komik ini diharapkan memiliki potensi dampak jangka panjang, di antaranya meningkatkan minat baca murid, menghadirkan pembelajaran yang kontekstual dan menyenangkan, penguatan identitas budaya daerah, dan mendorong inovasi pembelajaran guru. Ke depan, pengembangan literasi di Sidoarjo dapat diarahkan pada versi interaktif, kolaborasi dengan komunitas kreatif lokal, serta integrasi dengan pembelajaran berbasis proyek. Dengan demikian, literasi tidak hanya menjadi media belajar, tetapi menjadi gerakan literasi, kreativitas, dan karakter bagi murid Sidoarjo. Penasaran dengan isi komiknya? Nantikan kehadirannya di sekolah ya….Terinspirasi untuk menjadikan komik sebagai salah satu media belajar? Yuuk…, berkreasi bersama. Salam Literasi.