Keliling Dunia Melalui Goresan Pena
Oleh : Siti Aminah
(Kepala MI Darul Fikri – Wonoayu)
Ada
banyak cara untuk mengenal dunia, bisa berjalan kaki menelusuri jalan-jalan
asing, menyusuri hutan yang rimbun, atau terbang ke negeri-negeri jauh. Namun
bagiku, ada satu cara yang paling sederhana tetapi paling bermakna adalah menulis.
Dari
goresan pena yang tampak sepele, aku menemukan sebuah pintu rahasia yang
membawaku pergi jauh melampaui batas ruang dan waktu. Pena menjadi kompas,
kertas menjadi peta, dan kata-kata menjadi kendaraan yang mengantarkanku
berkeliling dunia.
Perjalanan
yang Dimulai dari Sebuah Meja Kecil
Aku tidak memulai perjalanan ini dengan koper
besar atau paspor di genggaman. Perjalanan itu dimulai dari meja kecil tempat
aku sering menulis di antara tumpukan buku dan aroma teh hangat. Dari tempat
sederhana itu, jendela imajinasiku terbuka lebar. Setiap kali ujung pena
menyentuh kertas, aku seolah melangkah keluar dari ruang sempit menuju dunia
yang lebih luas.
Menulis mengajarkanku bahwa untuk melihat
dunia, aku tidak selalu harus melangkahkan kaki. Ada dunia lain yang hanya bisa
dijelajahi oleh mereka yang berani bercerita. Dunia itu tersembunyi di balik
lembar-lembar tulisan yang menunggu untuk dihidupkan.
Jelajah
Tanpa Batas Melalui Imajinasi
Ketika menulis, aku tidak lagi terikat pada
tempatku berada. Aku bisa berada di gurun Sahara saat pagi, menelusuri
gang-gang kecil di Kyoto pada sore hari, dan berbincang dengan nelayan tua di
pesisir Sulawesi pada malam yang sama. Dalam tulisan, waktu tidak menjadi
hambatan. Bahkan masa lalu bisa kujelajahi, dan masa depan bisa kurancang
sesuka hati.
Pena membawaku menyelami budaya yang
berbeda—belajar tentang cara orang tertawa, bersedih, merayakan, serta
menyembuhkan luka mereka. Setiap kisah yang kutulis menghadirkan warna baru.
Dari sana aku memahami bahwa dunia ini begitu kaya, luas, dan penuh cerita yang
layak diceritakan kembali.
Tokoh
dan Tempat yang Hidup dalam Benak
Dalam proses menulis, aku tak pernah
benar-benar sendiri. Ada tokoh-tokoh yang lahir dari kata-kataku; tokoh yang
mengajakku berjalan bersama mereka, mengenalkanku pada tempat-tempat yang belum
pernah kusinggahi. Mereka membawaku ke lereng pegunungan Himalaya, ke pasar
malam di Istanbul yang penuh cahaya, ke pedesaan tenang di Jawa, hingga ke
sudut-sudut dunia yang hanya bisa dibangun dengan imajinasi.
Mereka bukan sekadar karakter fiksi, tetapi
sahabat perjalanan yang memperluas pemahamanku tentang kehidupan. Lewat mereka,
aku belajar bahwa setiap tempat memiliki sejarahnya, setiap manusia membawa
kisahnya, dan setiap perjalanan menyimpan hikmah yang tak selalu terlihat.
Menulis
sebagai Cermin Diri
Goresan pena tidak hanya membawaku ke luar,
tetapi juga ke dalam. Menulis adalah perjalanan batin yang membantuku memahami
diriku sendiri. Saat kata-kata mengalir, aku sering menemukan jawaban atas
pertanyaan yang selama ini kusimpan. Menulis mengajarkanku apa arti kehilangan,
bagaimana merayakan kebahagiaan kecil, dan bagaimana bertahan ketika hidup
terasa berat.
Kadang aku menulis untuk mengingat, kadang
untuk melepaskan. Namun selalu, menulis membuat dunia di sekelilingku terasa
lebih jelas. Ia menjadi ruang aman untuk merapikan pikiran dan mengurai
perasaan. Di sanalah aku bisa berbicara dengan diriku sendiri, jujur tanpa
takut dihakimi.
Dunia
yang Diperluas oleh Kata-Kata
Setiap tulisan adalah perjalanan. Ada
perjalanan yang mengajakku menjelajahi negri yang jauh, ada yang
mempertemukanku dengan tokoh-tokoh yang bijak, ada pula yang membuatku menyelam
dalam lautan emosi manusia. Dari semua itu, aku semakin menyadari bahwa dunia
bukan hanya apa yang tampak oleh mata, tetapi juga apa yang dirasakan oleh
hati.
Ketika menulis, aku merasa dunia menjadi lebih
dekat, lebih akrab. Aku dapat merasakan hangatnya senja di pantai yang belum
pernah kudatangi, mendengar gemerisik dedaunan hutan Amazon, atau membayangkan
wangi rempah di pasar India. Semua itu hadir dalam ruang kecil tempat aku
menulis—ruang yang menjadi titik awal perjalanan tak berujung.
Pena Sebagai Paspor Tanpa Masa Kadaluarsa
Pena adalah paspor yang paling istimewa—paspor
yang tidak memerlukan antrean panjang, visa, atau tiket keberangkatan. Ia tidak
pernah kedaluwarsa. Selama aku masih mampu menulis, selama itu pula aku dapat
berkeliling dunia kapan saja aku mau.
Ada kebebasan yang tidak bisa dibeli dari
aktivitas menulis. Kebebasan untuk menentukan arah perjalanan, kebebasan untuk
mengulang momen yang kusukai, bahkan kebebasan untuk menciptakan dunia baru. Di
situlah letak keajaibannya. Kata-kata bukan hanya sarana komunikasi, tetapi
juga jembatan menuju dunia yang tak terbatas.
Akhir
yang Tak Pernah Selesai
Perjalanan dengan goresan pena tidak pernah
benar-benar berakhir. Setiap kali aku membuka halaman baru, selalu ada
kesempatan untuk memulai petualangan baru. Dunia masih menyimpan begitu banyak
cerita yang menunggu untuk dituturkan. Selama aku terus menulis, selama itu
pula aku akan terus berjalan, terus belajar, terus melihat dunia dengan cara
yang berbeda.
Dan setiap kali aku kembali ke realitas, aku
selalu membawa sesuatu yang baru—pemahaman, inspirasi, atau sekadar rasa
syukur. Dunia yang kutemui dalam tulisan memperkaya dunia yang kujalani dalam
kehidupan nyata.
Pada akhirnya, aku menyadari satu hal: goresan
pena telah, dan akan selalu, membawaku keliling dunia. Tidak dengan
perjalanan fisik saja, tetapi dengan perjalanan jiwa yang tak terhingga.
Wonoayu, 05 Desember 2025
Tentang Penulis
Siti Aminah, S.Fil.I., M.Pd., Lahir di Kabupaten Sidoarjo,28 Juni 1979. Saat ini tinggal di Perum. Bumi Papan Selaras Blok EB 17 – Tanggul – Wonoayu - Sidoarjo. Riwayat Pendidikan di SD Negeri Lambangan – Wonoayu Sidoarjo, MTs Negeri Krian Sidoarjo, MA Negeri Surabaya, S1 di IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Ushuluddin Jurusan Akidah Filsafat, S2 di Universitas Sunan Giri Surabaya Program Pendidikan Agama Islam, dan Saat ini sedang kuliah S3 di Universitas Abdul Chalim Pacet Mojokerto.

