No title

MENGGERAKKAN LITERASI BERMAKNA DI SEKOLAH DASAR SIDOMOJO ,KRIAN SIDOARJO

Oleh: Tri Widyati

(Kepala Sekolah SDN Sidomojo)

 

TAHUKAH Anda bahwa literasi sesungguhnya sebagai jantung pembelajaran?Literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan fondasi untuk berpikir kritis, berkomunikasi efektif, dan memahami dunia. Dalam konteks Merdeka Belajar, literasi menjadi pintu utama untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid dan memerdekakan potensi mereka. Refleksi ini berbagi praktik baik literasi yang telah saya terapkan di kelas, disarikan dari pengalaman nyata selama mengikuti Program Guru Penggerak dan refleksi pembelajaran sehari-hari.

1. Literasi yang Berpihak pada Murid: Pendekatan Berdiferensiasi

Saya menyadari bahwa setiap murid memiliki kebutuhan literasi yang unik. Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi (Modul 2.1), saya merancang aktivitas literasi sesuai dengan kesiapan, minat, dan profil belajar siswa.

  • Contoh Praktik: Dalam materi menulis teks prosedur, siswa dengan minat memasak membuat resep masakan, yang suka kerajinan menulis petunjuk membuat karya, dan yang senang teknologi menulis tutorial singkat. Tujuan kompetensi (menulis teks prosedur) sama, tetapi jalannya disesuaikan dengan minat masing-masing. Ini memicu motivasi intrinsik mereka untuk menulis.
  • Tutor Sebaya: Siswa yang lebih mahir dalam membaca dan menulis menjadi "tutor" untuk temannya yang membutuhkan pendampingan. Ini tidak hanya menguatkan pemahaman tutor, tetapi juga menciptakan iklim kolaborasi dan saling peduli di kelas.

2. Menciptakan Lingkungan Literasi yang Aman dan Nyaman

Modul 2.2 tentang Kompetensi Sosial Emosional (KSE) menjadi pedoman untuk membangun ruang aman bagi literasi. Siswa perlu merasa percaya diri untuk bertanya, berpendapat, dan berbagi tanpa takut salah.

  • Contoh Praktik: Saya menerapkan teknik STOP (Stop, Take a breath, Observe, Proceed) untuk melatih kesadaran penuh (mindfulness) sebelum memulai sesi membaca atau diskusi. Suasana tenang yang tercipta membantu siswa lebih fokus dan menyerap informasi.
  • Diskusi dan Presentasi: Setiap siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil bacaannya atau menceritakan kembali sebuah cerita di depan kelas. Saya membiasakan untuk memberikan apresiasi pada setiap usaha, sekecil apa pun. Keyakinan kelas seperti "Saling Menghargai" dan "Berkata Sopan" menjadi pondasi untuk komunikasi yang sehat.

 

3. Literasi Terintegrasi dalam Budaya dan Kearifan Lokal

Sebagai bagian dari penguatan dari 8  Profil lulusan dalam Pembelajaran Mendalam , saya mengintegrasikan literasi dengan kearifan lokal dan identitas budaya.

  • Contoh Praktik: Siswa diajak untuk membaca dan mendokumentasikan cerita rakyat dari daerahnya, mewawancarai tokoh masyarakat, atau menulis puisi tentang keindahan alam sekitar. Projek "Belajar Gamelan dan Tari" juga dibarengi dengan tugas menuliskan pengalaman mereka, sehingga keterampilan menulis menjadi bermakna dan kontekstual, yang akan mereka tampilkan pada saat Pentas Seni, bersamaan dengan pelepasan kelas 6
  • Pembiasaan Literasi Budaya: Membuka pembelajaran dengan salam dalam berbagai bahasa daerah, menyanyikan lagu daerah, dan membacakan pantun menjadi rutinitas yang memperkaya kosakata dan kecintaan pada budaya.

 

4. Literasi Digital sebagai Kecakapan Abad 21

Memahami bahwa literasi kini meluas ke ranah digital, saya berusaha mengintegrasikan teknologi dalam aktivitas literasi.

  • Contoh Praktik: Siswa diajak untuk membuat poster digital (menggunakan Canva) tentang isu lingkungan, merekam video pidato pendek, atau membuat presentasi sederhana tentang hasil riset kecil mereka. Penggunaan platform seperti Google Workspace for Education juga dikenalkan untuk kolaborasi menulis dokumen bersama.
  • Kritis terhadap Informasi: Saya menyelipkan pelajaran tentang membedakan informasi faktual dan opini, serta pentingnya memverifikasi sumber sebelum membagikan informasi. Teknik POOCH (Problem, Options, Outcomes, Choices) digunakan untuk menganalisis suatu masalah yang dibaca dari berita, melatih literasi media dan berpikir kritis.

 

5. Refleksi dan Kolaborasi: Kunci Pengembangan Praktik Literasi

Sebagai guru penggerak, nilai reflektif dan kolaboratif terus saya terapkan untuk menyempurnakan praktik literasi.

  • Refleksi Diri: Saya rutin menanyakan pada diri sendiri: "Apakah strategi literasi yang saya gunakan sudah memenuhi kebutuhan semua murid?" dan "Cerita atau teks apa yang paling disukai siswa minggu ini?"
  • Kolaborasi dengan Rekan Sejawat: Saya berbagi buku bacaan menarik, strategi membacakan cerita (read aloud), dan template proyek literasi dengan guru lain. Kami juga saling mengobservasi kelas untuk mendapatkan masukan. Kolaborasi dengan orang tua juga dijalin melalui program "Baca Bersama di Rumah" dan berbagi rekomendasi buku.

 

Refleksi Akhir dan Langkah ke Depan

Perjalanan menerapkan literasi yang bermakna adalah proses yang terus berjalan. Saya melihat dampak positifnya: siswa lebih percaya diri mengungkapkan ide, tulisan mereka lebih kaya, dan semangat membaca tumbuh. Tantangan seperti kesenjangan kemampuan dan akses terhadap buku tetap ada, tetapi dengan pendekatan berdiferensiasi dan kolaborasi, kita dapat mencari solusi bersama.

Karena itu, target saya ke depan adalah:

  1. Mengembangkan "Sudut Baca Kelas" yang lebih interaktif dan dikelola siswa.
  2. Melibatkan komunitas (perpustakaan keliling, pendongeng) untuk memperkaya pengalaman literasi siswa.
  3. Mendokumentasikan lebih sistematis perkembangan literasi setiap siswa sebagai bahan refleksi dan perencanaan pembelajaran.

Literasi adalah investasi terbesar untuk masa depan anak-anak kita. Dengan menciptakan pengalaman literasi yang menyenangkan, relevan, dan memberdayakan, kita bukan hanya mengajarkan mereka membaca dan menulis, tetapi membekali mereka dengan kemampuan untuk memahami dunia dan menuliskan masa depannya sendiri.

“Membaca adalah jendela dunia, dan menulis adalah cara kita mewariskan cahaya itu.”

 

Previous Post Next Post