ALE DAN TEKADNYA

 


ALE DAN TEKADNYA

Judul buku        : Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati

Penulis                : Brian Khrisna

Penerbit        : PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Tahun                 : 2025

Ukuran                : 13,5 x 20 cm

Tebal                : 216 halaman

ISBN                : 978-602-05-3132-8

Peresensi :  Siti Nur Masrufah Dewi


Diawali dengan judul yang menarik karena semua orang pasti mengenal MIE AYAM, makanan khas Indonesia yang terinspirasi dari masakan Tionghoa. Tidak diragukan lagi orang akan semakin penasaran dengan cerita di dalam bukunya dengan berkaca dari judul “ Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati”.


Cerita yang disajikan relate dengan kehidupan nyata. Menganggap ejekan sebagai hal yang wajar. Ejekan sering kali disematkan sebagai candaan. 


Perlu digaris bawahi bercanda itu saat mengetahui orang lain tersinggung, maka si pelaku akan meminta maaf, sedangkan ejekan (bullying verbal) pelaku sering tidak peduli dengan perasaan korban, dan itu dilakukan secara berulang-ulang.


 Begitu juga pada pemeran utama karya Brian Khrisna, sosok Ale sering kali diejek berwajah jelek, hitam, tambun, bau dan mirip hantu Wagini. 


Ejekan itu disematkan pada dirinya, tanpa ada pembelaan dari orang-orang di sekitarnya bahkan orang tuanya sendiri. Keadaan itulah menjadikan sosok Ale mengalami self-blame kondisi di mana ia menyalahkan dirinya sendiri.


Ale menjadi tokoh penting dalam novel ini. Seorang  pekerja kantoran berusia 37 tahun, berat badan 138 kg, tinggi badan 189 cm, mengalami kelebihan berat badan, dan bau badan. Kondisi tubuh Ale membuatnya terisolasi. 


Meskipun, Ale a good person dan suka memberi tanpa dia sadari, hal itu tak lantas membuantnya dianggap. Besarnya keinginan untuk diterima oleh orang lain, hingga abai dengan perasaanya. 


Tidak memiliki satu orang pun untuk berbagi cerita membuat perasaan tidak berharga dan tidak beruntung selalu menghantui hari-harinya. Meskipun, tidak di posisi Ale pembaca akan terhanyut, dan seolah-olah masuk ke dalam diri Ale. 


Penulis sangat  lihai menggambarkan kesendirian Ale dengan diksi yang ringan tapi penuh penekanan pada bibit-bibit depresinya.

Justru perjalanan Ale yang sesungguhnya dimulai, saat dia memutuskan untuk bunuh diri dengan tenggang waktu 24 jam. 


Mulai menghitung waktu yang tersisa, Ale menikmati setiap menit yang dia lakukan untuk dirinya sendiri, menghargai keberartian objek-objek sederhana yang dilihatnya dengan penuh makna. Kendatipun belum benar-benar sembuh dari depresi yang dialaminya.


Lagi-lagi penulis mempersembahkan cerita dengan estetika bahasa dan plot twist yang menggugah. Tekad Ale untuk makan “mie ayam” langganannya sebelum mati membuat Ale rela menyusuri tempat penjual mie ayam dan mengalami kejadian-kejadian di luar kebiasaannya. 


Ale mulai melihat dunia dan hidupnya dari sudut pandang dan perspektif baru. Pada akhirnya untuk diterima maka harus menerima diri dan berdamai dengannya.

Banyak nasihat atau filosofi yang berkesan, misalnya “hidup tuh seperti layangan, layangan itu aneh, Bung. Semakin kita tarik, dia malah semakin tinggi. Namun semakin dilepas, dia malah akan jatuh” (hlm 165)


Undzur Ma Qoola Wala Tandzur Man Qoola, artinya; lihatlah apa yang dikatakannya dan janganlah kamu melihat siapa yang mengatakannya. Mahfudzat atau pepatah arab itu sangat cocok menggambarkan kalimat nasihat di buku ini yang justru disampaikan oleh orang yang dianggap sampah masyarakat. 


Namun dari nasihat sederhana itu, membuat Ale sadar ternyata banyak orang melihatnya dengan cara berbeda. Banyak orang berharap seberuntung dirinya, menjadi pegawai tetap di sebuah perusahaan ternama.


Dari Sosok Ale kita bisa belajar betapa buruknya pengaruh bullying terhadapnya, dan dari Ale kita memetik pelajaran penting, perasaan cemas dan ingin bunuh diri bisa dilawan dengan tekad yang kuat. Yang mengesankan dari sosok Ale, tetap beradab diantara gemerlap lampu diskotek.


 Mengungkapkan emosi yang kita rasakan (sedih, sakit hati, marah dll.) dengan berteriak tidak sepenuhnya salah, hal itu juga yang dilakukan Ale untuk melepas sedikit demi sedikit kecemasannya. Satu hal yang pasti, perasaan diterima dengan segala kekurangannya oleh segelintir orang di sekitarnya, mengobati luka depresinya secara perlahan.


Novel ini ditutup dengan suguhan mie ayam  langganan Ale, tentu dengan wajah yang tidak lagi mendung dan penuh keputusasaan. Dia berhasil melawan keinginanya bunuh diri. Lalu apa yang membuat Ale batal bunuh diri?


 Semangkuk mie ayam membuatnya batal bunuh diri, keinginannya makan mie ayam Pak Jo, hingga membantu proses pemakaman Pak Jo. Dituduh sebagai pengedar narkoba, ditangkap polisi dan bertemu Bandar narkoba. Beberapa kejadian yang turut mewarnai perjalanan tiga minggu Ale, tentunya ada banyak kejadian menarik dengan latar belakang kehidupan yang berbeda.


Alur cerita menarik dengan latar belakang tokoh mengalami perundungan, banyaknya pelajaran yang bisa kita renungkan dari perjuangan Ale melawan keinginan bunuh diri, membuka mata kita betapa banyaknya bullying verbal yang sering kita jumpai dan mewajarkannya. 


Karakter Ale mengajarkan kita menjadi kuat tanpa memojokkan pihak lain. Gaya bahasa sederhana dan sisi humor di selipkan dengan pas menurut saya, membuat novel ini wajib dibaca semua orang meski pun ada beberapa kata umpatan yang vulgar, tak mengurangi sedikitpun ibrah yang ingin disampaikan Brian Khrisna melalu novel “Seporsi Mie Ayam


Biodata Singkat Penulis:

SITI NUR MASRUFAH DEWI. Lahir di Sidoarjo tahun 1990. Pernah mengajar di sekolah dasar islam fullday school selama tujuh tahun sebelum akhirnya memutuskan pindah mengajar di madrasah ibtidaiyah Babussalam. Selain menjadi walas di kelas 4 juga bertanggung jawab mengajar Club Sains untuk kelas 4 dan 5.

Intagram        : masrufahdewi5

Facebook        : masrufah dewi

Emailnya        : dewimasrufah87@gmail.com

HP/WA        : 085746391985


Previous Post Next Post